Selasa, Januari 01, 2013

Pada Seorang Kawan

Awalnya aku tidak tahu harus memulai dari mana untuk bercerita dengan mu. Tapi saat ini aku begitu ingin bercerita tentang aku dan kamu, tentang kita selama ini.

Aku masih ingat pertemuan pertama kita lima tahun lalu. Itu adalah bulan ketiga pada tahun pertama aku berada di kota, tanah kelahiran ku. Mungkin bagimu itu adalah bulan kedua pada semester pertama kamu berada di kota yang sama untuk menuntut ilmu di jenjang yang lebih tinggi. Bagiku itu adalah salah satu pertemuan yang terbaik dalam hidupku. Aku tak pernah membayangkan sebelumnya akan memiliki teman  seperti dirimu.

Kini lima tahun sudah berlalu, ternyata waktu terasa terlalu singkat dan berlalu begitu cepat. Lima tahun yang menjadi masa pertemanan kita, kadang terasa begitu mudah dilalui, tapi ada kalanya menjadi sesuatu yang sulit untuk dijalani.

Mungkin kamu masih ingat saat-saat kita saling tidak mau mengerti dan memahami satu sama lain. Kita seolah-olah begitu egois dan menginginkan perhatian yang lebih, baik itu dari kamu maupun dari aku. Kamu ingat saat kita tidak saling menjawab telpon ataupun saling berkirim pesan singkat. Kita begitu kecewanya, sampai-sampai kita saling menjauh dan saling tak bertanya kabar. Walaupun pada akhirnya kita harus berdamai bersama keaadaan.

Ingatkah kamu bagaimana padatnya kegiatan kita masing-masing, namun selalu kita lalui dengan canda tawa lepas seolah-olah tanpa beban yang menghimpit. Aku merasa punya banyak waktu bersama dengan mu. Jika salah satu dari kita ingin betemu, kita saling berusaha meluangkan waktu, sekedar untuk bercerita bahkan sampai menceritakan. Kadang kita bertemu hanya untuk sekedar pergi sarapan pagi, menikmati makan siang bahkan untuk makan malam.

Tidak dipungkiri bahwa aku telah belajar tentang hidup, aku belajar tentang kesabaran, aku belajar tentang saling mengasihi, aku belajar tentang hidup untuk saling memaafkan dan saling mengingatkan. Aku telah belajar tentang banyak hal saat bersama dengan mu.


Aku masih ingat raut kesedihan mu, ketika aku harus meninggalkan ‘kota tercinta’ untuk menjalani pekerjaan baru di pulau seberang. Perasaan yang sama juga aku rasakan, aku yakin kamu juga mengetahuinya.

Tak terasa, kini kita kembali berada di kota yang sama, meski hanya berbeda dalam hitungan jarak.

Aku mengerti saat ini pertemanan kita terasa begitu banyak berubah.


Aku sadar telah berbuat kesalahan terhadap mu, mungkin saja ini tidak akan kamu lupa. Bagiku itu sebuah kesalahan yang sangat berarti pula. Memang aku tidak dapat hadir pada hari bahagia mu, pada acara pernikahan yang sangat istimewa bagimu.

Aku mengerti, pesan singkat yang aku kirim mungkin belum mampu menggantikan jabat tangan dan sebait ucapan selamat dari ku.

Ketidak hadiranku, bukan karena ingin ku, tapi karena aku tidak bisa berdamai dengan keaadaan. Padahal aku telah mempersiapkan jauh hari, yaitu setelah kamu memberi tahu ku tentang berita bahagia tersebut, tepatnya tiga bulan sebelum acara pesta mu. Aku selalu berharap kamu bisa memahami keadaan ini.

Teman terbaik ku, sebenarnya hari ini aku ingin mendengar cerita darimu.

Ceritakanlah pada ku bagaimana rasanya menjadi pasangan pengantin. Ceritakan juga bagaimana rasanya menjadi seorang calon orang tua dari anak mu nanti. Beri tahu juga seberapa besar kebahagiaan yang kau rasakan saat ini…


Selamat Menempuh Hidup Baru

**Selalu banyak doa untuk mu….

***aku sengaja tidak mengirim langsung surat ini pada mu. Seperti sebelumnya aku sengaja meletakanya ditempat biasa… mudah-mudahan kamu menemukannya.




Tidak ada komentar: