Selasa, Februari 17, 2009
Jangan Asal Ciuman
Dua hari yang lalu sempat baca sebuah artikel di Kompas di rubrik Kesehatan. Arikel tersebut membahas mengenai ciuman. Mungkin sebagian besar dari kita pernah melakukan aktifitas tersebut.
Kata seorang profesor ahli, Wendy Hill, yang ahli di bidang Neuroscience dari Lafayette College. Aksi ciuman akan diikuti dengan pelepasan zat-zat kimia yang bisa meredam hormon stres. "Senyawa kimia di ludah bisa jadi merupakan jalan untuk menilai pasangan"
Dalam sebuah eksperimennya;
Para pasangan heteroseksual mengalami perubahan kadar senyawa kimia oksitosin dan kortisolnya saat mereka melakukan adegan ciuman selama 15 menit sambil mendengarkan musik.
Oksitosin mempengaruhi keeratan hubungan pasangan, sementara kortisol terkait dengan stres. Senyawa kimia dalam darah dan kelenjar ludah diteliti lalu diperbandingkan saat sebelum dan sesudah ciuman berlangsung.
Baik pria maupun wanita mengalami penurunan kadar kortisol setelah ciuman, menandakan kadar stres juga menurun.
Bagi pria, saat ciuman, menaiknya level oksitosin menandai ketertarikan yang kuat atas pasangannya, sementara pada wanita oksitosinnya justru menurun.
Helen Fisher seorang ahli dari Rutgers University mencatat, lebih dari 90 persen masyarakat dunia melakukan ciuman. Tindakan ini diyakininya memiliki tiga komponen antara lain dorongan seks, cinta romantis, dan keterikatan dengan seseorang.
Dorongan seks mendorong seseorang untuk menilai dan menentukan pasangan masing-masing, sementara cinta romantik menyebabkan mereka memfokuskan diri pada seorang individu; dan keterikatan pada seseorang, membuat seseorang membiarkan pribadi ini dalam jangka waktu lama membesarkan anak bersama-sama.
Pria, cenderung berpikir bahwa ciuman merupakan awal nge-seks atau kopulasi. Pria cenderung lebih suka sembarang cium. Meski begitu, senyawa kimia testosteron pria dapat segera bercampur di ludah wanita. Testosteron meningkatkan dorongan seksual bagi pria dan wanita.
"Saat Anda mencium, bagian tertentu di otak aktif," . Cinta romantik dapat berlangsung lama, "Jika Anda mencium orang yang tepat."
Lateiner, seorang sarjana ilmu klasik, mengobservasi bahwa ciuman kadang muncul dalam seni Yunani dan Romawi, meski secara luas dilakukan di samping kegiatan mencium kulit seseorang. Karena itu, berpotensi berbahaya bagi kehidupan seseorang kalau ciuman itu dilakukan pada orang yang salah dan saat yang kurang tepat.
Sampai saat ini ilmu pengetahuan tentang mencium—philematology—masih terus dijalankan dan dikembangkan.
***mau yang tiga kali, mau...mau...mau...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar